Selasa, 11 Desember 2012

Jalan dengan Mata Tertutup

  Minggu pagi itu suasana Kampung Gamping tampak ramai. Di tengah keramaian Iqbal, Malik, dan Luthfia sedang berkeliling kampung. Mereka berolahraga setelah sholat subuh seperti biasa. Karena itu daya tahan tubuh mereka sangat bagus layaknya seorang ksatria.
                Setelah berkeliling kampung mereka berkumpul di halaman rumah mereka. Kakak mereka, bang Adam segera menyambut mereka dengan hangat. Disuguhkannya makanan dan minuman kepada adik-adiknya yang duduk beristirahat.

“Alhamdulillah. Ayo diminum dan dimakan kuenya!” ujar bang Adam yang duduk bersila di rerumputan.

“Terima kasih, bang.” Jawab mereka.

“Kalian tau gak, apa yang bisa membuat makanan apa aja terasa nikmat?” Tanya bang Adam.

“Tidak tahu, bang.”

“Rasa lapar. Hehehee..”

Iqbal, Malik, dan Luthia ikut tersenyum mendengar guyonan bang Adam. Emak Imah yang sedang menyapu pun ikut tersenyum. Begitulah suasana keluarga Emak Imah yang penuh kehangatan.
                Setelah selesai beristirahat, bang Adam hendak membuat games hikmah kepada adik-adiknya. Ini adalah agenda rutin setiap minggu pagi yang mereka lakukan untuk melepas rindu ditengah kesibukan bang Adam yang merupakan seorang aktifis.

“Baiklah, sekarang Iqbal, Malik, dan Luthfia berdiri!” ujar bang Adam.

Kemudian bang Adam menutup mata mereka dengan kain tebal yang membuat mereka tidak bisa melihat. Namun, penutup mata Malik berlubang sedikit, sedangkan mata Iqbal dan Luthfia tertutup rapat. Lalu kepada Iqbal diberikan sebuah tongkat kayu.

“Permainan kali ini adalah lomba berjalan dengan mata tertutup. Sekarang kita pergi ke tanah lapang. Sebelumnya, abang akan tuntun kalian sampai tanah lapang.”

“okeey!” sahut mereka dengan penuh semangat.

Setelah sampai tanah lapang, bang Adam menjelaskan peraturan lomba.
“Di hadapan kalian ada tanah lapang yang ada gundukan tanah pada setiap beberapa langkah. Juga ada kubangan berisi air yang harus dilompati. Siapa yang cepat sampai tanpa melakukan kesalahan, maka dialah pemenangnya, dan abang akan merekam perjalanan kalian dengan video handphone supaya kalian tau nanti siapa yang menang.  Jelas?” ujar bang Adam.

“Jelas, bang.”

Perlombaan pun dimulai. Mereka berjalan dengan hati-hati, mereka beberapa kali menghentikan langkahnya karena takut terjatuh. Malik yang tutup matanya berlubang sedikit agak terbantu untuk melihat jalan yang ditempuh. Akan tetapi, ia pun berjalan sangat pelan karena keterbatasannya dalam melihat jalanan. Tidak jarang ia harus menghentikan langkahnya untuk memastikan bahwa jalan dihadapannya aman-aman saja. Juga untuk mengetahui kapan ia melangkah agak panjang saat melewati gundukan tanah dan kapan ia melompati lubang.
Iqbal juga merasa terbantu dengan tongkat kayu yang ada ditangannya meskipun kedua matanya tertutup rapat. Dengan tongkat itu ia bisa mendeteksi keberadaan gundukan tanah dan lubang sebelum ia melangkah. Ia tetap berjalan dengan sangat lambat dan berjalan dibelakang tongkatnya untuk meminimalisir kesalahan langkah.
Sementara itu, kondisi Luthfia lebih parah dari Iqbal dan Malik. Karena ia tidak punya alat bantuan apapun dan matanya tertutup rapat. Ia hanya mengandalkan nalurinya saja, dan mengandalkan kenekatan dengan resiko yang besar namun memiliki keyakinan yang kuat. Akibatnya, ia sering terjatuh karena gundukan tanah atau terpeleset ke lubang. Dan jalannya pun melenceng dari jalur.
Sebagaimana yang sudah diprediksikan, bahwa pemenangnya adalah Malik yang tutup matanya berlubang sedikit. Pemenang kedua adalah Iqbal yang mendapat bantuan tongkat. Sedangkan Luthfia, mendapatkan posisi terakhir. Kemudian, mereka kembali berkumpul di depan halaman rumah dan membuka penutup mata mereka.

“Gimana rasanya?” Tanya bang Adam

“ah, curang. Masa aku doang yang ga dapet alat bantu, bang? Kan jadi kotor semua baju ini, entar emak marah deh.” keluh Luthfia, Malik dan Iqbal pun tertawa.

“sebentar dong, liat dulu nih tadi aksi kalian!” ujar bang Adam dengan sedikit tertawa dan menunjukkan hasil rekaman video aksi perjalanan tadi.

“haha.. kasian banget kamu Luthfia, sampai jatuh-jatuh gitu.” canda Malik.

“haha..” tawa Iqbal

“Sekarang, abang akan jelasin hikmah dibalik lomba tadi. Tentang tingkah laku kalian dalam perlombaan tadi, siapa yang tahu hikmah di baliknya?” Tanya bang Adam.

Ketiga adiknya diam, tidak ada yang menjawab.

“Oke, abang akan jelaskan...
Malik melambangkan orang yang memiliki keyakinan dan sedikit ilmu lalu hendak menempuh sebuah perjalanan penuh rintangan. Karena minimnya ilmu itu, Malik melangkah sangat hati-hati. Dia tidak akan melangkah sebelum tahu ilmunya yang dengan ilmu itu ia memutuskan kapan melompat dan kapan melangkah serta kapan diam.
Iqbal melambangkan orang yang memiliki keyakinan dan tidak memiliki ilmu. Namun, ia memiliki pembimbing yaitu tongkatnya yang melambangkan seorang guru. Meski tidak punya ilmu, ia punya pembimbing yang akan selalu berjalan didepannya dan memberikan petunjuk.
Luthfia melambangkan orang yang hanya memiliki keyakinan tapi tidak punya ilmu dan pembimbing. Hanya dengan keyakinan dan kenekatan, ia berjalan cepat tanpa peduli. Akibatnya ia jatuh bangun karenanya, ia malah menyimpang dari jalan yang lurus.”

Ketiga adik bang Adam terdiam sejenak sambil menganggukkan kepala tanda mengerti.

“nah, sekarang abang mau adik-adik abang menjadi orang yang rajin menuntut ilmu. Dan ketika menuntut ilmu harus ada pembibingnya. Karena kita muridnya guru, bukan muridnya buku. Abang mau kalian nanti menjadi orang-orang berguna untuk siapapun yang ada disekitar kalian.”

Lalu bang Adam memeluk ketiga adiknya dengan rasa penuh sayang.

“terima kasih bang Adam, abang memang kakak paling hebat sedunia buat kami.” Ucap Luthfia sambil mengelap air mata yang menetes dari matanya.

“ih Luthfia cengeng, mandi sana, bau tanah tuh!” ledek bang Adam

“hahahahha..” tawa Iqbal dan Malik.

#terinspirasi dari buku "Bujang dan Putri Malaka" karya Harlis Kurniawan, dengan banyak perubahan tanpa mengurangi hikmahnya.
Semoga bermanfaat~